Jumat, 07 Oktober 2016

RANGE OF MOTION AND ACTIVITY DAILY LIFING


RANGE OF MOTION DAN ACTIVITY DAILY LIFING


ROM
(RANGE OF MOTION)

BAB  I
PENDAHULUAN

I.           Latar Belakang
Latihan rentang gerak ( Range of Motion) merupakan rehabilitasi yang bertujuan sebagai pencegahan dan pengoreksi suatu kemunduran dari sistem muskuloskeletal (Sandra S. at al, 1985). Klien yang dirawat dengan reposisi beserta immobilisasi lamanya sesuai dengan terjadinya kalus fibrosa (Win de Jong, 1997) dalam keadaan immobilisasi ini, maka otot-otot dan sendi-sendi tidak dapat bergerak untuk waktu yang lain (Soeharso, R, 1982), akan terjadi beberapa respon tubuh yaitu perubahan pada sistem muskuloskeletal berupa penurunan kekuatan dan massa otot.
Individu dengan immobilisasi selama satu minggu akan menurun kekuatan otot 20 % dan dapat menimbulkan kontraktur,dekubitus dan juga pneumonia ( Hettinger dan Muller). Untuk mencegah kemampuan komplikasi yang ditimbulkan maka diberikan latihan rehabilitas sedini mungkin pada waktu memberikan Asuhan keperawatan. Latihan rehabilitas ini dapat dilakukan dengan latihan rentang gerak pasif ( Pasif Range of Motion ) dan latihan rentang gerak aktif ( Aktif Range of Motion) Sandra At al 1985.
Range of motion ( ROM ) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).   Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total.
Selain berfungsi sebagai pertahanan atau dapat memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal, lengkap, dan untuk meningkatkan massa otot serta tonus otot, ROM juga memiliki klasifikasi ROM, jenis ROM, indikasi serta kontraindikasi dilaksanakan ROM dan juga prinsip dasar dilakukan ROM. Untuk dapat mengetahui hal tersebut lebih lanjut maka dapat meninjau pembahasan pada makalah ini.
II.        Tujuan
·          Untuk mengetahui tentang klasifikasi ROM.
·          Untuk mengetahui tentang prinsip dasar ROM.
·          Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan ROM
·          Untuk mengetahui tentang indikasi dan kontraindikasi dilakukan ROM.
·          Untuk mengetahui tentang jenis ROM.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Definisi ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Latihan range of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Arif, M, 2008).

B.          Klasifikasi latihan ROM
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.

C.     Prinsip Dasar Latihan ROM
  1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
  2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
  3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
  4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
  5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
  6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi.
D.    Tujuan ROM
1.      Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
2.      Memelihara mobilitas persendian
3.      Merangsang sirkulasi darah
4.      Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
5.      Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
Manfaat ROM
1.      Memperbaiki tonus otot
2.      Meningkatkan mobilisasi sendi
3.      Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4.      Meningkatkan massa otot
5.      Mengurangi kehilangan tulang
E.     Indikasi ROM
1.      Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2.      Kelemahan otot
3.      Fase rehabilitasi fisik
4.      Klien dengan tirah baring lama
F.      Kontra Indikasi ROM
1.      Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
2.      Kelainan sendi atau tulang
3.      Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
4.      Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
5.      Nyeri berat
6.      Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
G.     Jenis ROM
Menurut Potter & Perry, (2005), ROM terdiri dari gerakan pada persendian
sebaga berikut :
1)      Leher, spina, serfikal
Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada rentang 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°
Fleksi lateral
Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap
bahu, rentang 40-45°
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, rentang 180°
2)      Bahu
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60°
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90°
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
3)      Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360° siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°
4)      Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, rentang 70-90°
5)      pergelangan tangan
Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang 80-90°
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90
Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, rentang 89-90°
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
6)      jari-jari tangan
Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60°
Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30°
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

7)      Ibu jari
Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90°
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°

8)      Pinggul
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang 90-120°
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
9)      lutut
Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
10)  mata kaki
Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-30°
Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah,
rentang 45-50°
11)  kaki
Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

12)  jari-jari kaki
Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°
Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
Seperti halnya imobilisasi, sebelum melakukan latihan ROM perlu dilakukan pengkajian, khususnya pengkajian terhadap persendian itu sendiri. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
·          Keadaan sendi yang akan dilatih
·          Keadaan kulit : memar, mengering, mengelupas (setelah pemasangan gips)
·          Warna kulit : sianosis atau inflamasi (biru atau tanda-tanda peradangan)
·          Adanya jaringan parut
·          Suhu pasien
·          Adanya oedem
·          Adanya kontraktur atau kelemahan otot
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang membutuhkan intervensi latihan ROM antara lain adalah :
Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal.
Ketidaksanggupan beraktivitas b.d immobilisasi.
Ketidaksanggupan beraktivitas b.d kelemahan.
3.3 Intervensi
Jika pasien tidak atau belum bisa melakukan ROM secara aktif maka pasien harus dibantu perawat dalam melaksanakan latihan ROM ( ROM pasif). Teknik melaksanakan latiham ROM pasif adalah :
  1. Tempatkan pasien pada posisi telentang. Kedua tangan berbaring pada posisi lutut lurus.
  2. Pegang ekstremitas pada sendi-sendi, gerakkan sendi secara perlahan-lahan selanjutnya teruskan.
  3. Gerakkan setiap sendi secara teratur, terus menerus dan perlahan.
  4. Hindarkan pergerakan yang berlebihan dari persendian pada saat latihan ROM.
  5. Hindarkan tekanan yang kuat pada saat pergerakan yang kuat.
  6. Hentikan pergerakan bila ada keluhan nyerui dari pasien.
  7. Gerakkan dengan lemah lembut secara bertahap sampai terjadi relaksasi.
Jika persendian pasien sudah baik dan pasien sanggup melakukan latihan sendiri maka pasien diinstruksikan untuk melakukan latihan ROM sendiri secara aktif. Hal-hal dibawah ini dapat dilakukan pada klien yang sudah dapat melakukan pergerakan sendiri tanpa bantuan, antara lain:
  1. Sendi bahu
fleksi : Menjemur pakaian, menggantung pakaian
ekstensi : Mengancing ritsluiting, mengenakan baju
rotasi interna : Memasukkan baju kedalam celana
rotasi eksterna : Membalikkan kerah baju, menisir rambut
  1. Sendi siku
Fleksi : minum, berhias , menyisir rambut
Ekstensi : memungut benda sambil duduk
Pronasi lengan : memutar keran air, memutar pegangan pintu
  1. Sendi tangan
Membuka peniti, menulis, menggores korek, memegang dan menggunakan sendok dan garpu
  1. Sendi paha
Duduk dan berdiri, jongkok di kamar mandi
  1. Sendi lutut
Menaiki undakan,membungkuk mengambil benda
  1. sendi pergelangan kaki
Plantar dan dorsofleksi : berdiri pada ujung kaki, berjalan pada permukaan tanah yang kasar.



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
ROM harus dilaksanakan secara berulang, perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit serta harus sesuai waktunya.
Selain daripada yang telah disebutkan diatas, ROM dilakukan juga harus memperhatikan tujuan, manfaat, indikasi, serta kontraindikasinya agar tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan pada pasien lebih lanjut.   

ADL
(ACTIVITY DAILY LIFING)

BAB  I
PENDAHULUAN

        I.            Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang kesehatan khususnya kedokteran dan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan usia harapan hidup.  Diseluruh dunia ± 500 juta lanjut usia (lansia) dengan umur rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Sedangkan menurut Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (Badan  Pusat Statistik (BPS)).

     II.            Tujuan
·          meningkatkan kualitas kesehatan penduduk
·          meningkatkan usia harapan hidup
·          sebagai informasi bagi pihak yang memerlukan
·          agar anak memperoleh keterampilan praktis dalam melakukan perbuatan -perbuatan atau kebiasaan - kebiasan yang nantinya sangat diperlukan dalam hidupnya yang mandiri . Landasan untuk memiliki keterampilan sehari- hari diletakkan pada masa kecilnya. Tingkta keterampilan yang dicapai siswa gangguan penglihatan (sejak lahir ) dalam kemampuannya memenuhi kebutuhan jasmani, erat hubungannya dengan kemampuan yang telah diperoleh pada waktu kecil .
·           

BAB II
TINJAUAN TEORI

1.      Pengertian ADL
ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan aktivitas pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain : ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat . (Hardywinito & Setiabudi, 2005).
Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002) ADL adalah aktifitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari .
ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto,2005).
Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telfon, menulis, mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan duduk, transfer/bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain) (Sugiarto,2005).
2.      Macam – Macam ADL
v  ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori
ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)
v  ADL instrumental , yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas
ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori
ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan
ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.
v  ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang.


3.      Cara Pengukuran ADL
ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi sub kategi atau domain seperti berpakaian, makan minum, toileting/higieni pribadi, mandi, berpakaian, transfer, mobilitas, komunikasi, vokasional , rekreasi,
instrumental ADL dasar, sering disebut
ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Pengukuran kemandirian ADL akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif denagn sistem skor yang sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)
4.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ADL.
ADL terdiri dari aspek motorik
yaitu kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi dan aspek propioseptif sebagai umpan balik gerakan yang dilakukan.
ADL dasar dipengaruhi oleh :
ü  ROM sendi
ü   Kekuatan otot
ü  Tonus otot
ü  Propioseptif
ü  Persepti visual
ü  Kognitif
ü  Koordinasi
ü  Keseimbangan
(Sugiarto,2005)
Menurut Hadiwynoto (2005) faktor yang mempengaruhi penurunan
Activities Daily Living adalah:
  • Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga
  • Kapasitas mental
  • Status mental seperti kesedihan dan depresi
  • Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh
  • Dukungan anggota keluarga
 

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2007. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah . Jakarta:
Salemba Medika
American Psychiatric. 2004. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders Fouth Edition . Washington DC: American Psychiatric Association
Amir. 2005. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Depresi Pasca Stroke . Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran
Auryn.2007. Mengenal Dan Memahami Stroke . Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Bethesda Stroke. 2005. Stroke Depression . Portugal : Journal of
Psychiatry Neuroscience Vol.31(6)
BJ, Sadock VA. 2009. Comprehensive Textbook Of Psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Williams & Wilkins
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Volume 1 .Jakarta:EGC
Carod-Artal FJ. 2010. Depresi Pasca Stroke : Bias Prediksi Bantu Pencegahan? Cerebrovas Dis 28 .
http://www.medscape.com/viewarticle/727042.Diakses tanggal 01 November 2011 , jam 18.30 WIB.
Dharmady, Agus. 2009. Stroke dan Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Damianus Vol.8 No.1 .
Jakarta : FK Unika Atma Jaya
Dharmady, Agus. 2009. Stroke dan Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Damianus Vol.8 No.1 .
Jakarta : FK Unika Atma Jaya
Dyah, Elok. 2010. gejala - gejala terjadinya
stroke harus diwaspadai . http://www.google.com/2010/01/06/issu_tentang_terjadinya_stroke/. Diakses tanggal 24-10 -2011, jam 20.00 WIB
Faisal, Idrus. 2007. Depresi Pada Penyakit Parkinson Cermin Dunia Kedokteran No.156 . Makassar : FK Hasanuddin
Farida, Ida. 2009. Mengantisipasi Stroke . Yogjakarta: Buku Biru.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga
Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi . Jakarta : Gramedia.
Hawari, Dadang. 2006. Manajemen Stress, Cemas, Dan Depresi . Jakarta: Gaya Baru
Hidayat. 2003. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz A . 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah . Jakarta : Salemba Medika
Hidayat. 2007. Metodologi Penelitian keperawatan Dan Teknik Analisa Data . Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya : Health Books Publishing
Indriyati. 2009. Hubungan Tingkat Activity Daily Living (ADL) Dengan Tingkat Depresi Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek 1 Rs.Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta : UMS.
Intansari.2002. Perubahan Tingkat Depresi Setelah Electroconvulsive Therapy (ECT) Di RSUP DR Sardjito Berita Kedokteran Masyarakat XVII(2). Yogyakarta : UGM
Iskandar J.2004. Panduan Praktis Pencegahan & Pengobatan Stroke. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer
Kaplan, Saddock. 2003. Sinopsis Psikiatry, Ilmu Pngetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara
Kapplan, Sadock, BJ. 2005.
Comprehensive Textbook Of Psychiatry,6th Ed . USA : Lippincott.
Lumbantobing. 2004. Neurogeriatri. Jakarta:FKUI
Mardi Susanto. 2008. Tatalaksana Depresi Pasca Stroke Majalah Kedokteran Indonesia Volum: 58, nomor: 3, Maret . Jakarta : Departemen Psikiatry RS Persahabatan
Mickey,Stanley. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2 .Jakarta : EGC
Misbach J. 2

Warfield, Carol . 1996 . Segala Sesuatu yang Perlu Anda Ketahui Terapi Medis . Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Depkes RI, 1995. Penerapan Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. Bakti Husada.
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/07/melatih-rentang-gerak-sendi/
http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/range-of-motion.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar